AcehHeadline | Banda Aceh,– Lakaspia menggelar diskusi publik terkait kebijakan pemerintah dalam pembentukan Koperasi Merah Putih di Modern Caffe, Pango Raya, Banda Aceh, pada Rabu (27/05/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah narasumber dari berbagai kalangan, antara lain dari praktisi hukum Ayu Ningsih, SH., M.Kn., Sekretaris DPD APDESI Aceh Drh. Saiful Isky, M.Si, dan Kabid Kelembagaan Dinas UKM Aceh Teuku Kamaluddin, SE., M.Si serta Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Khairil Arista yang menjadi Moderator.
Dalam pemaparannya, Ayu Ningsih menjelaskan bahwa koperasi memiliki struktur pengurus dan pengawas, dengan kekuasaan tertinggi berada pada rapat anggota. Ia menyoroti adanya penyesuaian dalam pembentukan KDMP, terutama dengan penambahan unsur Dewan Pengawas Syariah khusus di Aceh, seiring dengan penerapan sistem koperasi berbasis syariah.
“Kita di Aceh belum memiliki template pengelolaan koperasi berbasis syariah. Ini menjadi tantangan tersendiri. Bahkan untuk notaris pun sebelumnya dibatasi, namun dengan kebijakan baru semua notaris dapat membuat akta pendirian koperasi,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya edukasi dan pendampingan dari notaris agar koperasi dapat berjalan berkelanjutan.
Sementara itu, Saiful Isky dari APDESI Aceh menjelaskan bahwa KDMP merupakan program pemerintah pusat untuk mendorong pemerataan ekonomi hingga ke pelosok desa, sebagai bagian dari visi pemerintahan Prabowo. Ia menekankan pentingnya diferensiasi antara Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan BUMDes, karena KDMP berasal dari dana APBN dan bukan Dana Desa.
“Pengelolaan koperasi ini menjadi tantangan tersendiri, apalagi dengan keterbatasan SDM di desa. Perlu adanya pendampingan dan pembinaan agar koperasi yang dibentuk tidak bernasib seperti lembaga ekonomi desa di masa lalu yang gagal berkembang,” jelasnya.
Teuku Kamaluddin dari Dinas UKM Aceh menambahkan bahwa pembentukan KDMP kini memasuki tahap legalisasi. Dari 6.497 gampong di Aceh, sudah 290 KDMP yang memiliki badan hukum. Ia menyebutkan bahwa launching kelembagaan akan dilakukan pada 12 Juli, sementara operasionalnya akan dimulai 28 Oktober mendatang.
“Ada tiga model pembentukan KDMP: pembentukan koperasi baru, pengembangan koperasi eksisting, dan revitalisasi koperasi yang tidak sehat. Penamaan koperasi pun harus mengikuti format nasional, namun disesuaikan dengan nama desa dan wilayah,” terangnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat memperhatikan panjang nama koperasi agar tidak terkendala oleh sistem perbankan yang hanya menerima maksimal 40 karakter.
Diskusi ini juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat sipil dalam pengawasan dan pengelolaan koperasi. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman masyarakat dan mempercepat pembentukan KDMP secara menyeluruh di Aceh.