BANDA ACEH – Sebanyak empat dewan hakim asal Aceh telah terpilih menjadi bagian dari dewan hakim pada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional ke-30 yang akan diselenggarakan di Samarinda pada tahun 2024.
Keempat dewan hakim tersebut adalah Ustad H Muhammad Iqbal SHI, Prof Dr H Fauzi Saleh Lc MA, Said Akram SSn, dan Ustad Hajarul Akbar MA.
Muhammad Iqbal adalah seorang ASN di Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh yang aktif sebagai pelatih dan dewan hakim MTQ tingkat provinsi. Sementara itu, Prof Dr H Fauzi Saleh Lc MA merupakan Guru Besar Bidang Tafsir di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.
Said Akram dikenal sebagai pakar seni kaligrafi kontemporer di Asia Tenggara, dan Hajarul Akbar adalah mantan peserta MTQ Nasional dan Internasional yang kini menjadi dosen di UIN Ar-Raniry serta memimpin Pesantren Darul Qur’an di Aceh Besar.
Pengukuhan para dewan hakim untuk MTQ Nasional ini dilakukan oleh Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas, dalam sebuah prosesi yang berlangsung di Odah Etam, Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Samarinda, pada Minggu (8/9/2024).
Dalam acara tersebut, Menag Yaqut melantik 147 dewan hakim yang merupakan utusan dari berbagai daerah, termasuk Aceh, serta 7 dewan pengawas dan 26 panitera yang akan bertugas di MTQ Nasional ke-30.
Dari empat dewan hakim asal Aceh, tiga di antaranya merupakan utusan dari Pemerintah Aceh melalui Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Aceh, sementara satu orang merupakan utusan dari LPTQ Nasional.
Muhammad Iqbal mengungkapkan bahwa sebelumnya Aceh telah mengusulkan 10 calon dewan hakim untuk bertugas di tingkat nasional. Namun, pemerintah pusat memutuskan untuk menugaskan empat orang dari Aceh di MTQ 2024.
“Sebelumnya, Aceh mengirim hampir 10 orang calon dewan hakim nasional. Yang terpilih ada 4 orang,” jelas Ustad Iqbal, yang juga merupakan peraih Juara 2 cabang Qiraat Sab’ah MTQ Nasional 2012 di Ambon.
Ustad Iqbal menambahkan, jumlah dewan hakim asal Aceh yang terpilih kali ini lebih banyak dibandingkan daerah lain, yang umumnya hanya mengirim dua orang.
“Tahun ini termasuk banyak. Daerah lain rata-rata mengirim dua orang,” ungkapnya.
Menurutnya, penentuan dewan hakim dilakukan oleh Kementerian Agama melalui proses seleksi ketat, termasuk penilaian terhadap curriculum vitae dan rekam jejak para calon.
Ustad Iqbal, yang pernah mewakili Indonesia pada MTQ Internasional di Iran tahun 2013, mengaku bahwa ini adalah pertama kalinya ia terpilih sebagai dewan hakim tingkat nasional.
“Alhamdulillah, ini merupakan pengalaman pertama saya sebagai dewan hakim nasional,” ujar Ustad Iqbal. Ia menambahkan bahwa menjadi dewan hakim nasional adalah impian dan puncak prestasi bagi banyak mantan peserta MTQ.
Dalam sambutannya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menekankan pentingnya transparansi dan profesionalisme dalam pelaksanaan MTQ. Menurutnya, kedua aspek tersebut adalah tanggung jawab utama yang harus diemban oleh para dewan hakim.
“Kualitas dan hasil MTQ sangat bergantung pada kinerja Dewan Hakim. Mereka harus bertugas dengan kredibel, jujur, dan profesional, serta menghindari faktor subjektif seperti suku, kedaerahan, dan hubungan keluarga,” tegas Yaqut.
Selain itu, Yaqut juga mengingatkan para dewan hakim tentang pentingnya memahami dan menerapkan kode etik, serta memiliki kompetensi yang memadai.
“Dewan hakim harus memiliki integritas, kepribadian yang tidak tercela, reputasi yang baik, serta pengalaman di level nasional,” pungkasnya.