AcehHeadline | Banda Aceh,- Masyarakat Aceh menaruh harapan pada pemimpin Aceh yang baru ini untuk kesejahteraan dan stabilitas ekonomi Aceh dalam kebijakan – kebijakan Pemerintah Aceh yang berpihak pada masyarakat, dalam hal ini perlu adanya pengawasan kebijakan eksekutif.
Hel tersebut diungkapkan oleh Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil Arista dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Koalisi NGO HAM di Ivory Caffe, Stui, Banda Aceh, Selasa (25/03/2025).
Kegiatan tersebut ikut menghadirkan dua Narasumber lain yaitu Dr Farhan Zain, MA Deputi Umum BPKS dan Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur dan ditutup dengan buka puasa bersama
Khairil menyinggung konflik Bank Aceh Syariah dalam kewenangannya dapat mempengaruhi kebijakan dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Aceh. “Sehingga kita memadang orang sekitar Gubernur mau memajukan Aceh atau memajukan diri sendiri. Kita butuh disekeliling Mualem itu orang yang cerdas, bukan mengambil keuntungan dari Mualem”, ujar Khairil.
Khairil menambahkan dimana menurutnya masyarakat kelas bawah hari ini menjerit, tidak ada perubahan, karena perputaran ekonomi itu tidak terjadi di Aceh. “Kita inginkan adanya perbaikan kondisi Aceh dengan rencana-rencana strategis atas kebijakan yang pro akan rakyat untuk kemakmuran masyarakat Aceh”.
Dalam pemerintah yang baru berusia dua bulan agar muncul kinerja baik pemerintah maka kita harus desak Pemerintah harus berpikir keras untuk menyelesaikan persoalan yang ada termasuk masalah Ekonomi, Kesehatan termasuk persoalan Otsus di Aceh.
Jika tidak, akan menambah persoalan ketika Otsus tidak bisa lagi membiayai JKA, asuransi kesehatan akan membuat orang Aceh semakin banyak yang sakit dengan kondisi ekonomi yang semakin kacau.
Sementara itu Direktur ForBina, Muhammad Nur sepakat bahwa kebijakan Pemerintah yang baru harus dikawal dari sekarang, dan ini tantangan terbesar bagi Partai Aceh yang saat berkuasa secara penuh di Aceh. “Mungkin kalau dulu masih cawe-cawe, tapi sekarang sudah full”, ujar Mantan Direktur Walhi Aceh.
M. Nur menuturkan, jika bicarakan sudut ekonomi Aceh akan hancur jika Pemerintah tidak memikirkan persoalan ekonomi secara serius, dimana otonomi khusus Aceh akan habis masa berlakunya dan hanya tersisa sekitar 30 M saja.
M Nur juga mengungkapkan Kepemimpinan yang brobrok dan tidak bijakaana akan memperburuk keadaan dan kondisi ekonomi. “Seperti yang terjadi selama ini tentang penghapusan barcode yang menjadi blunder, bagi pemerintah sendiri “pemerintah pusat tidak bisa dilawan”, cetus M Nur.
M. Nur menambahkan selain persoalan Ekonomi, masih banyak kerja berat Pemerintah Aceh lainnya seperti Masalah pertambangan rakyat yang hingga saat ini belum selesai masalah regulasi, , ukur ulang HTI dan HPH yang faktanya sudah hampir tidak ada lagi di Aceh, karena HGU itu sudah ada petanya, belum lagi tentang Kesehatan didalamnya masalah jaminan kesehatan, dan juga masalah pelabuhan bebas yang hingga saat ini belum selesai atas kebijakan Pemerintah, papar M.Nur
“Ide-ide untuk menyelesaikan perkara atau masalah tersebut tidak akan mudah masuk ke Mualem jika dia dikawal dan didempeti dengan rapat oleh orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri yang terkesan hari ini berada dilingkaran mualem.
Menurut M Nur, dilingkaran Mualem perlu adanya orang orang yang mampu melakukan melobi politik dengan pemerintah pusat demi kesejahteraan Aceh. “Pemerintah pusat tidak bisa hanya dengan melawan, akan tetapi berikan kesan yang baik maka akan kita dapat apa yang kita inginkan walau tidak secara keseluruhan.
Sementara pada kesempatan yang sama Dr Fajran Zain, MA Deputi Umum BPKS menuturkan, Pemerintah Aceh memang tidak smart dan juga tidak perlu seorang professor untuk memimpin Aceh, akan tapi pemerintah yang mau mendengar, memiliki tim yang kuat dan secara bersama sama membangun Aceh, maka ia yakin Aceh akan mampu untuk bangkit.
Akan tetapi Menurut Fajran, memang Pemerintah saat ini belum sempurna mana, namun masih banyak ruang untuk berdiskusi dengan Pemerintah Pusat bagaimana menumbuhkan ekonomi itu ruang ada.
Terkait dengan dana CSR Perusahaan di Aceh menurut Fajran, masih ada yang tidak terbuka kepada Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Propinsi. “Dimana yang diberikan hanyalah keuntungan tidak bersih, tapi keuntungan bersihnya tidak pernah disampaikan pada Pemerintah. Perusahaan itu bukan tidak ada nakal, mereka bandel juga”, ujar Fajran.
Fajran menjelaskan, Pemerintah baru ini adalah melanjutkan pemerintah yang lama, termasuk persoalan lama yang harus diemban oleh Gubernur Aceh Sekarang yaitu Mualem. “memang dipa 2025 untuk mualem ini memang melemahkan apa yang menjadi visi misi pemerintah dibulan-bulan awal, Jadi apa yang kita lakukan hari ini adalah membantu pak Gubernur kita untuk mewujudkan apa yang beliau inginkan”.
Maka untuk kita jika kita secara bersama sama memikirkan Aceh bahu membahu untuk membangun Aceh dan menyelesaikan permasalahan permasalahan yang ada, maka ia optimis masa depan Aceh akan lebih baik, tutup Fajran.